Sejarah Muncul dan Berkembangnya Kota Sidareja
Gambar peta sebelum dan sesudah ada rel kereta api
Kemunculan Sidareja sebagai sebuah pusat permukiman modern tidak dapat dilepaskan dari pembangunan jalur kereta api Staatsspoorwegen (SS) pada akhir abad ke-19. Sebelum jalur kereta api dari Maos menuju Banjar terhubung, wilayah yang kini bernama Sidareja hanyalah berupa pedukuhan pedukuhan kecil yang sepi dan terisolasi. Penduduk bermukim di area perbukitan di sebelah utara karena dataran rendah di bagian selatan masih berupa rawa rawa basah yang tidak produktif. Sawah sawah pun belum banyak dibuat karena belum banyak penduduknya. Jalur penghubung antar desa hanya berupa sungai dan jalan setapak sederhana. Aktivitas ekonomi masih terbatas dan mobilitas penduduk berjalan sangat lambat.
Ketika pemerintah kolonial memutuskan membangun jalur kereta api lintas selatan Jawa untuk menghubungkan Cilacap–Maos–Sidareja–Banjar, Sidareja menjadi lokasi strategis. Dari sisi geografi, wilayah ini berada di antara tanah datar yang cukup panjang, sehingga memudahkan pembuatan tanggul rel dan jembatan kecil. Dari sisi ekonomi, daerah ini berada di jalur distribusi hasil bumi dari pedalaman ke Pelabuhan Cilacap.
Pembangunan rel dari Maos ke arah barat yang dimulai tahun 1895 membawa perubahan cepat. Para mandor, pekerja, dan pemasok material mulai berdatangan. Aktivitas konstruksi menarik pembukaan warung, tempat singgah, dan pusat logistik kecil. Ketika segmen Maos–Sidareja diresmikan pada 1 Juli 1896, sebuah titik pemberhentian resmi—yang kemudian menjadi Stasiun Sidareja—dibangun. Kehadiran stasiun ini menjadikan wilayah tersebut simpul baru dalam jaringan transportasi kolonial.
Sejak saat itu Sidareja berkembang sebagai pusat perniagaan lokal. Hasil bumi dari Gandrungmangu, Cipari, dan wilayah sekitarnya dikumpulkan di Sidareja sebelum dikirim ke Maos atau Banjar. Penduduk mulai menetap di sekitar stasiun karena akses ke pasar menjadi lebih mudah. Jalan menuju pasar dan pusat administratif kecil dibuka. Rumah-rumah baru tumbuh mengikuti alur jalan yang terhubung dengan stasiun.
Ketika jalur Sidareja–Banjar selesai pada 1 November 1899, posisi Sidareja semakin penting sebagai titik temu antara arus barang dari barat dan timur. Kereta mengangkut padi, kelapa, gula kelapa, dan kayu dari desa-desa Priangan timur ke Cilacap melalui Sidareja. Pertumbuhan ekonomi mempercepat transformasi wilayah dari desa pertanian menjadi pusat kecamatan dengan aktivitas perdagangan yang hidup.
Dengan demikian, nama “Sidareja” muncul dan menonjol karena perannya sebagai tempat singgah, tempat bertemu, dan tempat mengalirnya perdagangan akibat dibangunnya jalur kereta api kolonial. Rel kereta mengubah kawasan yang sebelumnya terpencar menjadi satu kesatuan permukiman yang berkembang secara terpusat, dan warisan itu masih tampak dalam struktur kota Sidareja hingga sekarang.





